Sumber foto : kebudayaan.kemendikbud.go.id
Pekan Kebudayaan Nasional 2019 menggelar
acara bertema adat dan kebudayaan, salah satunya pameran mumi dan pemakanan di
Indonesia.
Berikut adalah 5 pemakaman yang dipamerkan
1. TRUYAN
Trunyan adalah nama sebuah desa di daerah
kintamani, Bali. Masyarakat desa tersebut memiliki ritual khusus untuk orang
yang sudah meninggal dunia, yaitu dengan cara diletakkan di permukaan tanah
sampai membusuk dan terurai.
Bagian wajah dari jenazah dibiarkan
terlihat, sedangkan bagian tubuh ditutupi oleh kain. Setelah itu, jenazah
ditutupi ancak saji (anyaman bambu berbentuk prisma). Anjak saji berfungsi
untuk melindungi jenazah dari binatang liar.
Walaupun dibiarkan di tanah, tidak ada bau
busuk di daerah pemakan. Hal tersebut karena ada bau wangi yang dihasilkan oleh
pohon-pohon taru menyan.
Desa kambira terletak di Tana Toraja,
Sulawesi Selatan. Di desa ini ada tradisi passiliran. Tradisi ini merupakan
pemakaman untuk bayi yang belum memiliki gigi.
Bayi yang sudah meninggal akan dimakamkan
dalam pohon. Caranya, mula-mula pohon dilubangi sekitar 50 cm x 50 cm.
Selanjutnya, jenazah akan dimasukkan ke dalamnya tanpa kain pembungkus,
layaknya bayi dalam kandungan. Setelah itu lubang akan ditutup dengan ijuk
sebahagai tanda akhir prosesi pemakaman.
Jenis pohon yang digunakan adalah pohon
taraa karena memiliki getah yang banyak. Bagi orang Toraja, getah putih dari
pohon taraa ibarat air susu ibu untuk sumber makanan dan minum untuk sang bayi
3.MAKAM TANA TORAJA
Jika sebelumnya menjelaskan adat Toraja
mengenai pemakaman untuk bayi yang belum tumbuh gigi. Kini ada adat pemakaman
lainnya, yaitu upacara pemakaman Rambu Solo.
Ada beberapa prosesi dalam upacara adat
ini. Pertama, prosesi menunggu. Arwah yang meninggal disimpan, arwah yang
meninggal dipercaya tetap tinggal di desa.
Prosesi kedua yaitu penyembelihan kerbau.
Orang Toraja yakin kerwa adalah hewan suci yang akan mengantarkan arwah orang
yang sudah meninggal ke puya, tempat keabadian para leluhur di sebuah tempat
peristirahatan.
Prosesi terakhir adalah pemakaman. Ada tiga
cara pemakaman. Jenazah yang sudah dibungkus peti mati bisa ditempatkan di
dalam gua, dimakamkan dengan cara di kubur batu, atau disemayamkan di tebing.
Waruga merupakan tempat pemakaman
masyarakat Minahasa di Sulawesi Utara. Pemakaman ini berupa batu-batu besar
menyerupai rumah.
Waruga berasal dari dua kata “waru”yang berarti rumah
dan “ruga” yang berarti badan. Jadi, waruga diartikan “rumah tempat badan yang
kembali ke surga”.
Saat dimasukkan ke dalam warugaa, jenazah dalam
keadaan meringkuk, seperti bayi yang berada dalam rahi. Hal tersebut bermakna,
manusia mengawali kehidupan dengan posisi bayi dalam rahim, maka manusia
mengakhiri kehidupannya mula dengan posisi yang sama.
Teadisi Megalitik berupa Sarkofagus atau
makam batu dapat dijumpai di kawasan Pulau Samosir, Sumatera Utara.
Sarkofagus diyakini sebagai tempat asal
usul suku Batak. Sarkofagus Batak kebanyakan beripa kubur komunal sebagai
tempat menyemayamkan jenazah dari satu marga.
Sarkofagus di Samosir berbentuk balok
dengan bagian atas melebar. Atasnya ditutupi seperti atap dan depannya terdapat
pahatan kepala manusia dengan raut menyeramkan.
Bentuk seperti itu memiliki arti. Balok
dengan bagian atas melebar dapat di lihat seperti perahu. Bentuk tersebut
melambangkan sarana bagi orang yang sudah meninggal untuk menuju dunia arwah.
Lambang patung dengan wajah menakutkan digunakan sebagai penolak bala agar
arwah bisa lancar menuju dunia arwah.
Selain itu, terdapat pahatan yang dianggap
dekat dengan si mati. Hal tersebut menjadi ciri khas Sarkofahus Batak.
Sarkofagus Batak pun menjadi penanda
hubungan antara yang mati dan masih hidup. Hubungan itu guna
mendatangkankesejahteraan, kesehatan, dan kesuburan lahan tani di tanah Batak.